Berbagi dan Belajar Ilmu Listrik dengan Sederhana

Rabu, 28 Januari 2015

Test pen, Pena Listrik yang bermanfaat.



Mungkin kita semua hampir pernah menggunakannya, sebuah pena yang bermanfaat untuk mengecek ada tidaknya tegangan listrik pada sebuah kawat penghantar.
Begitu praktis untuk digunakan sehingga tak perlu belajar untuk memakainya. Sebuah test pen terdiri atas sebuah batang besi yang dikemas dalam paket isolator plastik yang didalamnya terdapat lampu indikator, dapat pula berbentuk obeng dengan ujung plus atau minus.
Lampu indikator ini berfungsi sebagai isyarat ketika test pen sedang digunakan, dimana lampu tersebut akan menyala jika bilah besi yang tersambung dengannya dikenakan pada kabel listrik bertegangan. Tentu saja jika pemakai menyentuh bagian pangkal test pen sehingga pemakai berfungsi sebagai kabel massa untuk menyalakan lampu indikator tersebut.
Kabel fasa yang disentuh bilah test pen akan mengalirkan arus yang kecil karena didalam tes pen terdapat hambatan yang besar sehingga tegangan jala-jala PLN 220 V hanya menghasilkan arus yang kecil.

I = 220 V/20000 ohm =        mA

Arus tersebut mengalir melalui tubuh pemegang test pen karena dia berfungsi sebagai kabel netral yang menyalakan lampu indikator, sehingga test pen harus dipegang ujungnya agar lampu indikator menyala.
Arus  mA ini relatif kecil, sehingga tidak menyebabkan adanya kejutan listrik yang membahayakan bagi pengguna test pen.

Tegangan Listrik, bagaimana cara membuatnya?




Mengapa tegangan listrik yang dibuat, bukan arus listrik? Hal ini dijelaskan oleh hukum Ohm, mengenai hubungan antara arus, tegangan dan hambatan/tahanan listrik.
Hukum yang dikemukakan oleh George Simon Ohm menyatakan bahwa arus yang mengalir pada sebuah rangkaian tertutup sebanding dengan beda potensial atau tegangan dan berbanding terbalik dengan hambatan/tahanannya.
Dengan kata lain, Mr Ohm mau menjelaskan bahwa jika di kedua ujung kawat penghantar terdapat perbedaan potensial listrik atau lazim disebut tegangan maka akan mengalir arus listrik.
Sehingga dikatakan, akan ada arus jika ada tegangan, dimana nilai arus tersebut tergantung nilai tegangannya, semakin besar tegangan listrik, maka arusnyapun akan semakin besar, demikian sebaliknya.
Secara matematis, Mr Ohm memformulasikan hukumnya  dalam persamaan ini:
I = V/R,     V = IxR,      R= V/I
Dimana; I : arus, V : tegangan, R :hambatan
Untuk lebih memahami ketiganya, dapat dianalogikan dengan gambar berikut:



                                                          Beda tinggi permukaan air
                                                                Aliran air

                                                                Pipa penghubung

                          A                                                                                                           B
Gambar diatas menunjukkan 2 buah bejana berhubungan yang berisi air dengan ketinggian permukaan yang berbeda.
Air akan mengalir dari bejana A ke bejana B melalui pipa penghubung karena perbedaan ketinggian permukaan tersebut, dalam hal ini besarnya aliran air dipengaruhi oleh beberapa hal:
-       Perbedaan ketinggian; semakin besar perbedaan ketinggian air maka semakin deras aliran air, dan aliran tersebut akan terhenti ketika kedua permukaan telah sama.
Dalam listrik, perbedaan ini dianalogikan dengan tegangan listrik, semakin besar tegangan maka arus listrik juga semakin besar, dan jika tak ada tegangan maka arus tak mengalir.
-       Luas penampang pipa penghubung; jika pipa penghubung semakin besar maka aliran air semakin  besar, demikian sebaliknya.
Dalam listrik, hal tersebut dianalogikan dengan hambatan, jika hambatannya kecil maka arus yang mengalir akan besar, demikian sebaliknya.

Bagaimana tegangan listrik dapat dibuat?
Dalam teori kelistrikan terdapat beberapa cara untuk membangitkan tegangan listrik:
1.       Induksi elektromagnetik
Yang diterapkan pada generator, alternator, dinamo dan semacamnya.
2.       Reaksi kimia
Tegangan yang dihasilkan dari reaksi kimia misalnya pada berbagai jenis baterai, misalnya akumulator, baterai kering dan semacamnya.
3.       Radiasi cahaya matahari
Perubahan energi cahaya menjadi energi listrik ini diterapkan pada sel surya atau solar sel.

25 Watt itu berapa Volt?



Mungkin kita pernah mendengar atau mendapati pertanyaan ini, pertanyaan yang sama sekali tidak boleh kita tertawakan walaupun terdengar aneh bagi para ahli listrik.

Namun boleh jadi yang bertanya memang sangat awam mengenai listrik, sehingga memunculkan pertanyaan tersebut.
Menjadi kewajiban bagi mereka yang merasa ahli dibidang ini –tentu saja tak termasuk saya– untuk memberi penjelasan mengenai hal ini.

Kalau saya pribadi yang juga tak begitu ‘ngeh’ dibidang ini ketika mendapati pertanyaan seperti ini hanya akan menjawab ala kadarnya hanya berdasarkan apa yang pernah terbaca dan terdengar sebelumnya.

Watt dan Volt adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan 2 besaran yang berbeda, sehingga nilainya tidak bisa dikonversi, jika satuan tersebut digunakan untuk menyatakan besaran yang sama maka dapat dikonversi,
misalnya 200 kg akan bernilai sama dengan 0,2 ton atau 1 mil akan bernilai sama  dengan 1,6 km dan sebagainya.

Pada kedua contoh ini nilainya dapat dikonversi karena menyatakan besaran yang sama. Contoh pertama menyatakan besaran massa, sedang yang kedua untuk besaran panjang.

Watt, satuan ini diambil dari nama ilmuwan James Watt yang terkenal sebagai penemu mesin uap, digunakan untuk menyatakan satuan daya (Power) secara umum, baik daya dalam mekanika maupun daya listrik. Menurut para ahli fisika, daya adalah besarnya usaha/energi yang dilakukan setiap satuan waktu, sehingga pada asalnya, daya = energi atau usaha dibagi waktu, dinyatakan:
P = W/t
diperoleh;  Watt = Joule/sekon.
Dapat pula dinyatakan bahwa Daya listrik menyatakan besarnya energi listrik yang dirubah menjadi bentuk energi lain dalam setiap detiknya pada proses konversi energi, misalnya lampu yang berdaya 100 Watt berarti terdapat 100 Joule energi listrik yang dirubah menjadi 100 Joule energi cahaya dalam 1 detik dengan mengasumsikan efisiensi lampu tersebut 100%.

Sedangkan Volt, diambil dari nama ilmuwan Alessandro Volta yang dikenal sebagai penemu elemen baterai, digunakan untuk menyatakan satuan tegangan (Voltage) atau beda potensial listrik di dua titik.
Hubungan keduanya, antara daya dan tegangan listrik dinyatakan dalam persamaan
P = V x I;           atau           P = V2/R,
Yang pertama menyatakan bahwa daya adalah hasil kali antara tegangan dengan arus, sedangkan yang kedua menyatakan bahwa daya adalah hasil bagi antara kuadrat tegangan dengan hambatan.

Dari kedua persamaan itu, maka pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini dapat dijawab dengan mudah jika ada satu besaran lagi yang disebutkan, misalnya :
25 Watt itu berapa Volt, jika arusnya 2 Ampere? Maka akan dijawab; 12,5 Volt.
25 Watt itu berapa Volt, jika hambatan lampu 10 Ohm? Maka akan dijawab ; 62,5 Volt. 

Kesimpulannya jika ada yang bertanya untuk mengkonversi kedua satuan itu secara langsung maka tidak bisa, karena keduanya digunakan untuk menyatakan 2 besaran yang berbeda.
*semoga bermanfaat*


Arus listrik, apa to kamu itu?


Mungkin hampir setiap hari kita mendengar kata ini, dan hidup kita dewasa ini sangat terkait dengannya. Begitu banyak manfaat yang kita peroleh dengan adanya arus listrik tersebut, bahkan hampir dapat dikatakan semua aktivitas manusia tak dapat lepas darinya.
Sebenarnya apa arus listrik tersebut? 
Menurut para ahli listrik – tentu saja saya tak termasuk didalamnya – arus listrik adalah muatan listrik yang mengalir. Muatan yang dimaksud adalah muatan negatif yang lazim disebut elektron.
Dalam teori atom, elektron ini bergerak mengelilingi proton yang merupakan inti atom melalui suatu lintasan yang disebut dengan orbit. Berdasarkan hal ini, dapat terjadi arus listrik jika elektron tersebut mendapat energi dari luar sehingga dapat keluar dari orbitnya dan menjadi elektron bebas.
Semakin banyak elektron yang terbebas dari atom maka semakin banyak pula elektron yang dapat mengalir, semakin banyak elektron yang mengalir maka semakin besar nilai arus listrik yang dihasilkan.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli listrik, besarnya nilai muatan listrik ini dinyatakan dalam satuan Coulomb. Tentu saja Pak Coulomb ini adalah orang yang pandai pada masanya sehingga namanya diabadikan menjadi nama satuan muatan listrik. Seandainya saja yang menemukan muatan listrik pada masa itu bernama sunarto, bisa jadi satuan untuk muatan listrik yang digunakan adalah sunarto, bukan coulomb.
Dalam hal  ini dinyatakan bahwa muatan 1 elektron bernilai: 10-19 Coulomb, sedangkan arus listrik dinyatakan dalam satuan Ampere, dimana 1 ampere adalah muatan listrik sebesar 1 Coulomb yang mengalir dalam waktu 1 detik, atau dinyatakan dalam rumus:
I= Q/t
Dari rumus tersebut diambil suatu pengertian, jika semakin banyak muatan yang mengalir dalam satu detik, maka makin besar arus listriknya. Sebagai contoh, arus 3 Ampere berarti pada kawat penghantar dilewati muatan listrik sebanyak 3 coulomb dalam satu detiknya, jika dalam satu detik mengalir 10 coulomb maka arusnya menjadi 10 Ampere. Untuk mengumpulkan muatan sebanyak 10 Coulomb tersebut diperlukan elektron sebanyak.... buah,  wah..banyaknya..
Selanjutnya, berdasarkan bentuknya arus listrik ini dibedakan menjadi 2 jenis, arus searah dan arus bolak-balik. Mari kita lihat:
1.        Arus searah  (DC : Direct Current)
Jenis ini adalah arus yang arah aliran dan nilainya tetap.
Arah alirannya tetap yaitu arus tersebut akan mengalir dari kutub positif ke kutub negatif, yang dinamakan dengan arah arus konvensional. Sedangkan nilainya relatif tetap, tidak berubah secara periodik, perubahan nilai tersebut dipengaruhi masa penggunaan sumber arus, misalnya baterai, semakin lama nilai arus baterai akan berkurang karena digunakan.
Arus jenis ini dihasilkan oleh berbagai jenis baterai baik basah seperti aki, atau baterai kering seperti baterai lithium dan sebagainya.

2.        Arus bolak-balik (AC : Alternating Current)
Jenis yang kedua adalah arus listrik yang nilai dan arah alirannya berubah secara periodik.
Jika dilihat dengan menggunakan CRO ( Cathoda Ray Osciloscop) akan tampak bahwa gelombang listrik AC ini serupa dengan grafik sinus pada trigonometri, sehingga akan ada nilai nol, positif, positif maksimum, negatif dan negatif maksimum.
Arus ini dihasilkan dari proses induksi elektromagnet, proses ini misalnya pada dinamo dan generator.

Design By MasPlentong. Diberdayakan oleh Blogger.